Muara Angke Akan Dibangun Tanggul Rob: Ini Kondisi Warganya Sekarang
Muara Angke, salah satu kawasan pesisir paling padat di Jakarta Utara, kembali menjadi sorotan publik. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membangun tanggul rob permanen untuk melindungi wilayah tersebut dari ancaman banjir pasang laut (rob) yang semakin sering terjadi. Di tengah geliat proyek ini, perhatian publik juga tertuju pada kondisi nyata warga Muara Angke yang selama bertahun-tahun hidup berdampingan dengan air laut.
Hidup di Bawah Ancaman Air Laut
Sebagai kawasan pesisir, Muara Angke sudah lama menghadapi tantangan serius dari naiknya permukaan air laut. Hampir setiap bulan, warga di beberapa titik harus bersiap menghadapi rob yang merendam jalanan, gang sempit, hingga masuk ke dalam rumah. Air asin yang menggenang tak hanya merusak bangunan, tapi juga memicu penyakit kulit dan gangguan kesehatan lainnya.
“Kami sudah biasa gotong royong membersihkan rumah dari lumpur rob. Tapi makin ke sini, airnya makin tinggi dan cepat,” kata Bu Erni (47), warga yang sudah tinggal di kawasan ini selama lebih dari dua dekade.
Permukiman Padat, Akses Terbatas
Muara Angke dikenal dengan kawasan pemukiman padat, jalan sempit, dan rumah-rumah berdempetan. Banyak bangunan berdiri di atas tanah reklamasi atau timbunan, sebagian bahkan di atas air dengan tiang kayu sebagai penopang.
Masyarakat di sini mayoritas bekerja sebagai nelayan, buruh pelabuhan, hingga pedagang hasil laut. Meski dekat dengan pusat kota, sebagian besar warga masih kesulitan mengakses fasilitas publik yang layak, mulai dari sanitasi, air bersih, hingga layanan kesehatan yang memadai.
Tanggul Rob sebagai Harapan Baru
Rencana pembangunan tanggul rob disambut optimistis oleh sebagian warga. Proyek ini dianggap sebagai langkah nyata pemerintah untuk memberikan perlindungan jangka panjang dari bencana rutin yang mereka alami.
Menurut Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, tanggul tersebut akan dirancang setinggi lebih dari 3 meter, dengan teknologi penahan tekanan air dan saluran drainase terpadu. Selain itu, proyek ini juga akan mengintegrasikan sistem pompa dan elevasi jalan agar kawasan Muara Angke lebih tangguh terhadap perubahan iklim dan naiknya muka air laut.
Kekhawatiran Soal Relokasi
Meski banyak warga mendukung, ada pula kekhawatiran bahwa proyek tanggul akan berdampak pada relokasi besar-besaran. Sebagian rumah berada sangat dekat dengan garis pantai, bahkan bersinggungan langsung dengan lokasi konstruksi yang direncanakan.
“Kami takut digusur. Kalau memang harus pindah, tolong jangan jauh dan berikan tempat tinggal yang layak,” ujar Pak Yusuf (54), seorang nelayan yang menggantungkan hidupnya dari laut di belakang rumahnya.
Pemerintah sendiri menyatakan bahwa proses pembangunan akan melibatkan pendekatan sosial dan komunikasi intensif dengan warga, agar tidak menimbulkan keresahan dan tetap menjunjung prinsip keadilan sosial.
Muara Angke saat ini berada di persimpangan antara ancaman dan harapan. Di satu sisi, warganya telah lama hidup dalam ketahanan luar biasa menghadapi bencana rob yang rutin. Di sisi lain, proyek tanggul rob yang akan segera dimulai menawarkan masa depan yang lebih aman dan nyaman—asal dikelola dengan baik, transparan, dan berpihak pada masyarakat kecil.
Semoga pembangunan ini tak hanya menjadi proyek infrastruktur, tetapi juga momentum perubahan sosial bagi Muara Angke dan warganya yang telah lama menantikan kehidupan yang lebih baik.