Menko Yusril: KUHP Baru Fokus Rehabilitasi, Bukan Penjara, untuk Pengguna Narkotika
Pemerintah Indonesia kembali menunjukkan langkah progresif dalam reformasi hukum dengan memperkenalkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. Dalam aturan ini, pemerintah menekankan pendekatan rehabilitasi bagi pengguna narkotika daripada pemenjaraan. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Yusril Ihza Mahendra, dalam pernyataannya baru-baru ini.
Pendekatan Humanis terhadap Masalah Narkotika
Menurut Yusril, pengguna narkotika seringkali adalah korban dari lingkaran perdagangan gelap narkoba, bukan pelaku kriminal murni. Oleh karena itu, KUHP baru mengadopsi pandangan yang lebih humanis dengan mengutamakan rehabilitasi medis dan sosial bagi pengguna. “Pendekatan ini bertujuan untuk memulihkan kondisi mereka, bukan memperburuknya dengan hukuman penjara yang kerap kali tidak efektif,” ujar Yusril dalam konferensi pers di Jakarta.
Pendekatan ini sejalan dengan prinsip kesehatan masyarakat dan penegakan hukum yang adil. Rehabilitasi diharapkan mampu membantu pengguna narkotika keluar dari jeratan ketergantungan dan mencegah mereka terjerumus kembali.
Mekanisme Baru dalam KUHP
KUHP baru menetapkan bahwa pengguna narkotika yang tertangkap akan menjalani asesmen oleh tim terpadu yang melibatkan penegak hukum, tenaga medis, dan pekerja sosial. Jika terbukti sebagai pengguna, mereka akan direkomendasikan untuk menjalani rehabilitasi di fasilitas yang telah ditentukan pemerintah. Namun, bagi mereka yang terlibat dalam jaringan peredaran atau perdagangan narkotika, hukuman pidana tetap diterapkan dengan tegas.
“Dengan mekanisme ini, kita tidak hanya melindungi masyarakat dari bahaya narkotika, tetapi juga memberi kesempatan bagi pengguna untuk kembali ke jalan yang benar tanpa stigma kriminal,” tambah Yusril.
Respons Publik
Langkah ini menuai beragam respons dari masyarakat. Banyak pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pakar hukum, memuji kebijakan ini sebagai langkah maju dalam penanganan kasus narkotika.
“Ini adalah pergeseran paradigma yang sudah lama dinantikan. Penjara bukanlah tempat yang ideal untuk pengguna narkotika. Rehabilitasi adalah pendekatan yang jauh lebih manusiawi dan efektif,” kata seorang aktivis dari Yayasan Karisma, yang fokus pada advokasi korban penyalahgunaan narkotika.
Namun, ada pula kekhawatiran bahwa implementasi kebijakan ini memerlukan pengawasan ketat untuk mencegah potensi penyalahgunaan atau manipulasi hukum. Selain itu, kesiapan fasilitas rehabilitasi dan tenaga ahli juga menjadi sorotan utama.
Langkah ke Depan
Dengan diberlakukannya KUHP baru ini, pemerintah berkomitmen untuk memperkuat infrastruktur rehabilitasi, termasuk penyediaan fasilitas yang memadai dan pelatihan tenaga profesional. Menko Yusril juga menegaskan pentingnya edukasi masyarakat untuk mendukung keberhasilan kebijakan ini.
“Kita harus bersama-sama membangun kesadaran bahwa narkotika adalah masalah bersama, dan penanganannya membutuhkan pendekatan yang inklusif,” ujar Yusril menutup pernyataannya.
Pendekatan baru dalam KUHP ini diharapkan tidak hanya membawa perubahan dalam penegakan hukum, tetapi juga menjadi tonggak baru dalam upaya Indonesia melawan masalah narkotika secara lebih efektif dan manusiawi.