Akhir Perjalanan Eks Bos Indofarma: 10 Tahun Bui akibat Korupsi Alkes
Perjalanan karier yang dahulu bersinar kini berakhir di balik jeruji. Mantan Direktur Utama PT Indofarma Tbk, salah satu perusahaan farmasi milik negara, resmi divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi. Vonis ini dijatuhkan setelah terbukti bersalah dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) yang merugikan keuangan negara miliaran rupiah.
Skandal di Balik Lini Bisnis Kesehatan
Kasus ini mencuat dari penyelidikan mendalam atas sejumlah transaksi janggal dalam pengadaan alat kesehatan oleh Indofarma dan anak usahanya. Di tengah situasi kesehatan nasional yang rentan, tersangka justru menyalahgunakan kewenangan untuk mengatur pengadaan dan distribusi alkes fiktif serta memark-up harga secara sistematis.
Modus yang dilakukan melibatkan kerja sama dengan sejumlah pihak swasta, penggelembungan harga, serta proyek-proyek fiktif yang tak pernah terealisasi. Uang hasil korupsi kemudian mengalir ke berbagai rekening pribadi dan digunakan untuk kepentingan nonbisnis.
Vonis 10 Tahun dan Denda Miliaran
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Selain hukuman penjara selama 10 tahun, terdakwa juga dijatuhi denda sebesar Rp1 miliar, subsider enam bulan kurungan.
Tak hanya itu, terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara yang jumlahnya mencapai puluhan miliar rupiah. Jika tak mampu membayar, maka harta kekayaannya akan disita, atau diganti dengan pidana tambahan.
Citra BUMN Kesehatan Tercoreng
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi sektor industri farmasi nasional, khususnya perusahaan pelat merah. Indofarma, yang selama ini dikenal sebagai produsen obat-obatan strategis dan mitra pemerintah dalam pengadaan alkes, kini harus berbenah dari dalam. Reputasi perusahaan terguncang, kepercayaan publik pun dipertaruhkan.
Kementerian BUMN telah merespons dengan melakukan evaluasi besar-besaran terhadap manajemen perusahaan, termasuk pembentukan tim audit independen untuk mengusut potensi penyimpangan lainnya.
Publik Desak Reformasi Pengawasan BUMN
Vonis ini disambut dengan beragam reaksi publik. Banyak pihak menilai bahwa kasus ini menjadi bukti lemahnya pengawasan internal di tubuh BUMN, terutama di sektor strategis seperti kesehatan. Seruan reformasi pengadaan dan transparansi keuangan semakin menguat, seiring dengan kekhawatiran bahwa korupsi di sektor ini bisa mengancam keselamatan publik secara langsung.
Kasus korupsi yang menjerat mantan Dirut Indofarma bukan sekadar soal penyalahgunaan kekuasaan, melainkan pengkhianatan terhadap kepercayaan negara dan masyarakat dalam bidang yang sangat krusial—kesehatan. Dengan vonis 10 tahun penjara, ini menjadi peringatan keras bahwa hukum tak memandang jabatan. Kini, publik berharap, keadilan tak berhenti pada satu nama saja, melainkan terus menyapu bersih praktik korup yang telah mengakar.