Senyum Bu Kades Jadi Sorotan: Jual Aset Desa Hingga Harus Diboyong ke Sukamiskin
Sebuah peristiwa mengejutkan datang dari sebuah desa di Jawa Barat. Seorang kepala desa yang akrab disapa Bu Kades mendadak menjadi pusat perhatian publik setelah tersenyum lebar saat dijemput aparat penegak hukum. Senyum itu bukan tanda kebahagiaan, melainkan potret ironi di tengah jeratan hukum yang kini menjeratnya.
Skandal Penjualan Aset Desa
Kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Bu Kades. Ia diduga menjual sejumlah aset desa, termasuk fasilitas kesehatan masyarakat seperti Posyandu. Padahal, posyandu merupakan salah satu garda terdepan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak di pedesaan.
Tindakan nekat tersebut dilakukan tanpa persetujuan warga maupun perangkat desa. Akibatnya, fasilitas yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik justru hilang dan menimbulkan keresahan.
Senyum yang Mengundang Tanya
Momen ketika Bu Kades dijemput untuk menjalani proses hukum menjadi viral. Alih-alih menunjukkan rasa penyesalan, ia justru menampilkan senyum lebar di hadapan kamera. Publik pun bertanya-tanya: apakah senyum itu tanda keikhlasan, kepasrahan, atau justru bentuk tantangan pada hukum?
Psikolog sosial menilai, ekspresi itu mungkin cara Bu Kades untuk menutupi rasa malu atau kecemasan yang dialaminya. Namun, bagi masyarakat, senyum tersebut menjadi simbol kejanggalan—seolah kasus ini bukan masalah besar baginya.
Perjalanan ke Sukamiskin
Setelah melalui proses penyidikan, Bu Kades resmi ditetapkan sebagai tersangka dan dibawa ke Lapas Sukamiskin, penjara yang dikenal menampung para koruptor kelas kakap. Keputusan ini menjadi pelajaran pahit bahwa jabatan dan kekuasaan bukan alasan untuk mengabaikan hukum.
Warga desa yang selama ini mempercayakan kepemimpinan padanya merasa kecewa. Beberapa di antaranya bahkan mengaku kehilangan figur pemimpin yang diharapkan bisa membawa desa ke arah lebih baik.
Dampak bagi Desa dan Pesan Moral
Penjualan aset desa, termasuk posyandu, jelas meninggalkan luka. Masyarakat kini harus berjuang membangun kembali fasilitas yang hilang. Kasus ini mengingatkan pentingnya transparansi dan pengawasan dalam pengelolaan dana maupun aset desa.
Bagi pejabat publik, kejadian ini menjadi peringatan keras bahwa setiap kebijakan harus memihak kepentingan rakyat, bukan kantong pribadi.